I Am the Void That Wills

Aku menolak dunia ini.

Menolak panggung di mana manusia berdiri dengan topeng yang mereka sebut “makna”.

Menolak Tuhan, moral, aturan, dan setiap suara yang berbisik “kau harus begini”.

Aku sudah melihat di balik semuanya. Kosong, rapuh, dan menjijikkan.

Aku tidak percaya pada siapa pun.

Setiap tangan yang mengulurkan kasih membawa rantai di baliknya.

Setiap janji adalah jebakan. Setiap cinta hanya transaksi yang dibungkus kata indah.

Manusia menciptakan kebohongan agar mereka bisa tidur nyenyak dalam delusi bahwa hidup ini berharga.

Aku tidak mencari arti. Tidak ada apa-apa di sana.

Aku berdiri di atas kehancuran dengan dada terbuka. Tertawa pada absurditas yang mengatur semuanya.

Aku tahu semuanya sia-sia. Di sanalah kekuatanku.

Dunia bisa runtuh. Iman bisa hancur. Segala cita-cita bisa terbakar.

Aku akan tetap ada, karena aku tidak dibangun dari janji siapa pun.

Aku bukan milik dunia ini. Aku adalah pusat dari kehampaan itu sendiri.

Aku adalah kehampaan yang berkehendak.

I am the void that wills.

Dari kegelapan tanpa tujuan, aku memutuskan untuk tetap ada. Tidak karena makna, tapi karena kemauan itu sendiri cukup untuk membakar segalanya.

Biarkan dunia menganggapku gila. Hanya orang gila yang masih bisa jujur di tempat seperti ini.

Biarkan mereka berdoa, mencintai, berdebat, dan menilai. Aku sudah selesai dengan semua itu.

Aku tidak ingin menjadi baik, tidak ingin menjadi benar, tidak ingin menjadi bagian dari drama manusia.

Aku hanya ingin menjadi aku. Tanpa arti, tanpa arah, tapi bebas.

Jika semesta menatapku dengan murka, aku akan menatap balik dan tersenyum.

Karena bahkan kehampaan pun kini memiliki kehendak.

Publikasi ini ditulis oleh Jal